“Udah gak nulis lagi, Yan?” Mendengar pertanyaan tersebut, saya jadi kepikiran apakah sudah begitu lamanya saya tidak menulis? Bisa-bisanya sebuah pertanyaan malah bikin saya bertanya-tanya lagi.

Bulan Agustus lalu sama sekali gak ada tulisan baru  di blog ini, padahal biasanya, dari tahun ke tahun, hanya pada bulan Juli saja saya gak posting tulisan. Entahlah, bulan Juli sendiri sebenarnya adalah bulan di mana saya berulang tahun dan saya gak mau merayakannya; dengan cara tiup lilin, potong kue atau sampai ceplok telur busuk. Semua hal yang bersangkutan dengan hari lahir rasanya selalu menyebalkan. Ketika usia kita berkurang, kenapa malah dirayakan? Pengen cepet mati? Hebat betul pengen cepet-cepet masuk neraka; sadar diri saja, surga terlalu istimewa buat orang yang banyak dosa seperti saya, tapi kalau dipaksa masuk surga apa boleh buat. Saya gak bakalan nolak.

Sampai tulisan ini dibuat, saya masih ingat betul pertanyaan tersebut keluar dari mulut Yoga Akbar Sholihin, tapi saya gak inget di mana pertanyaan itu dia tanyakan; di Perpustakaan Nasional? Upnormal Cikini yang pertama kali saya, Aprianti Pratiwi dan Yoga datangi karena tersesat atau Upnormal Cikini yang satunya lagi? Atau mungkin saat kami berjalan ke arah mushola? Terlalu banyak tempat memang. Terserahlah saya pusing.

Pertanyaan tersebut ternyata sedikit berdampak dan terus saya pikirkan. Saya jadi ingat pada salah satu tulisan tentang pertemuan saya dengan kawan-kawan bloger beberapa bulan lalu yang sudah ditulis di blognya Yoga, pada tulisan tersebut, ada satu pertanyaan dari Haw yang ditanyakan ke Yoga soal kenapa dia gak jadian saja sama Tania—salah satu perempua yang saya pikir cukup dekat dengan Yoga dan kebetulan saya kenal juga. Bukannya gak mungkin terjadi, hanya saja saya juga tau kalau Tania sendiri sepertinya sudah memiliki pacar. Tapi bisa saja terjadi kalau saja Yoga benar-benar nembak Tania dengan kemungkinan yang akan terjadi adalah 50 banding 50 untuk urusan diterima atau tidaknya; 50 untuk diterima dan jadian, 50 lagi untuk ditolak lalu ditendangnya Yoga oleh Tania dengan jurus Taekwondo-nya.


Oke  baiklah  kita lupakan  saja soal cinta-cintaan tadi, saya pikir semua teman-teman  dalam cirlce yang kelihatannya rebel ini pada tau kalau Yoga sendiri sudah memiliki Eskapisme-nya yang lain, satu perempuan yang masih samar-samar nama dan keberadaanya dan satu perempuan yang secara kebetulan dipertemukan kembali pada saat kami nongkrong di Warunk Upnormal untuk sekadar ngomongin Sobat Gurun yang sempat ramai karena twit dan tulisan di blognya soal saling mengikuti balik di media sosial. Oke, sedikit penjelasan, Sobat Gurun di sini beda dengan apa yang sering dibahas oleh Majelis Lucu Indonesia di akun Youtube-nya. Takut salah paham. Nanti saya dicari lagi, ah.

Pertanyaan Yoga soal masih atau tidaknya saya menulis, ternyata hampir sama dengan pertanyaan yang Haw tanyakan ke Yoga soal kenapa gak jadian aja sama Tania; sama-sama jadi kepikiran. Ya, walaupun sebenarnya beda konteks, sih; Yoga dengan wanita, saya dengan  kata-kata.


Foto di atas difoto oleh Dwi, seseorang yang ketika kami masih di Perpusnas—kira-kira dua jam sebelum pindah ke Warunk Upnormal—saat Haw dan Yoga bilang kalau Dwi akan datang, saya pikir mereka sedang membicarakan Kresnoadi yang namanya juga ada embel-embel Dwi. Ha ha, bisa-bisanya saya mengira kalau mereka berdua sedang bercanda. Ketika pertama  kali bertemu, awalnya saya sempat bertanya-tanya juga, “ini Dwi mana? Kok gue gak tau?” ya meski akhirnya ketika sampai rumah baru sadar kalau ternyata saya sudah cukup lama mengikutinya di Instagram. “Dia silent reader sih, Yan” kata Yoga menjelaskan.

Awalnya saya pikir pertemuan ini hanya beberapa orang saja; saya, Yoga, Haw, Fauji, Aprianti Pratiwi dan N Firmansyah yang kebetulan sedang berada di Jakarta, setau saya urusan dia ke Jakarta cuma buat nonton konser Linkin Park dan nonton Timnas Indonesia vs Malaysia di GBK yang kalah dengan skor 2-3 dan berakhir dengan adu lempar botol. Kalau soal hal lain, saya gak tau, gak punya jadwal tournya.

Sebelum Dwi datang, jelas ini adalah pertama kalinya saya bertemu dengan N Firmansyah. Bisa dibilang, N Firmansyah sendiri masih sering bolak-balik di linimasa Twitter dan blog saya, begitupun sebaliknya. Bisa dibilang, kami masih satu circle, ya walaupun terkadang cirlce kami belaga sok asik. :3

Saat saya menghampiri Firman yang sedang asik mengobrol dengan Haw dan Yoga sambil nonton dangdutan di depan aula Perpusnas, saya langsung mengenalinya karena warna rambutnya yang oren-oren senja atau apalah namanya. Jelaslah, saya pernah melihat potongan atau warna rambutnya di akun media sosial miliknya, kira-kira begini;


Saya jadi ingat, pernah suatu kali Firman menghubungi saya via Whatsapp, kira-kira begini isi chat-nya:

Firman: “Mbak Dian”
Saya: “APA KAU! MAU MINJEM DUIT????”

Oh maaf, memang gak gitu isi percakapannya, tapi asli kalau masih ada yang memanggil saya dengan embel-embel ‘Mbak’, kadang dalam hati selalu saya hujat se-bangsat mungkin, lalu saya doakan untuk keselamatannya.

Mari kita lanjutkan;

Firman: “Mau gak berpartisipasi dalam Podcast gue?”
Firman: “Nanti gue kasih pertanyaan, terus lo jawab via voice note.
Saya: “Pertanyaan sulit?”

Saya menjawab pertanyaan tersebut keesokan harinya. Dan setelah podcast episode barunya tayang, saya dengarkan, kemudian saya baru sadar kalau ternyata saya sinis sekali, ya, bisa-bisanya saya julid sama orang lain, apalagi voice note kedua yang saya kirimkan untuk menjelaskan voice note sebelumnya agar tidak salah paham malah gak dimasukin sama Firman. “Tunggu sampai anda dihujat.” Jelas Firman. Bangsat sekali memang anda~

O ya, kalau mau dengerin lalu menghujat saya, berikut podcastnya:



Selain N Firmansyah, ini juga pertama kalinya saya bertemu dengan Dwi, jujur dari awal sampai Dwi pulang, saya sesekali masih bertanya-tanya ‘ini Dwi yang mana?’, kata Yoga memang Blogger, sempat diperjelas dengan begitu akrabnya Haw dengan Dwi. Ketika sedang makan dan sambil bergunjing, sesekali saya memperhatikan Dwi dan Haw, kedua orang yang sama-sama memiliki nama panggilan 3 huruf ini terlihat begitu akrab, dalam kepala saya terlintas pertanyaan, “Jangan-jangan mereka pacaran?” Hmmmm... Saya gak mau bergosip banyak, apalagi menanyakan langsung kepada mereka ketika sedang banyak orang. Biarlah pertanyaan itu saya simpan sendiri dan... menulisnya di blog :3

Lalu, tidak lama kemudian, kedatangan Icshan Ramadhani yang katanya sudah jarang aktif di dunia blogger ini cukup menambah ramai  suasana. Kemudian datang Kresnoadi yang sudah biasa datang yang terakhir, di saat orang lain sudah capek ngomong banyak hal, Adi—nama panggilan dari Kresnoadi—ia kemudian melanjutkan pembicaraan dengan suaranya yang lantang. Ini  mirip seperti tambahan waktu di permainan sepak bola. Gunjing terooooos!

Ah, sudahlah, pembicaraan kami malam itu tidak perlu repot-repot saya tulis di sini. Memang Sobat Gurun sempat menjadi salah satu topik pembicaraan kami malam itu, tapi maaf saja, anda masih belum sampai level trending topic buat kami, butuh 3 part untuk menjelaskan itu semua.

Salam hangat.
Difotoin abang Upnormal

Dalam  cerita: Saya, Yoga Akbar S., Hawadys, N Firmanysah, Ahmad Fauzi, Aprianti Pratiwi, Dnanoki, Ichsan Ramadhani, Kresnoadi DH dan sedikit ucapan terima kasih untuk keresahannya kepada Sobat Gurun. Hatur nuhun.