Gue kira, orang-orang yg sedang patah hati itu kerjaanya cuma diem di pojokan, galau, hatinya nyesek, pengen nangis tapi gak keluar air mata, yg ujungnya muntah-muntah di kamar mandi sampe ngeluarin emas batangan dari mulutnya. Tapi ternyata enggak juga, yg gue lihat dari orang-orang yg sedang patah hati di sekitar gue, mereka malah melakukan banyak kegiatan, seperti; baca buku, olahraga, ambil job kerjaan sebanyak mungkin, bikin hal-hal yg gak jelas, ngabisin duit sambil jalan-jalan dan makan kuaci sebelum tidur. Ya, mereka berbeda dari biasanya. Menyibukan diri sendiri, sampai lelah. Mungkin sedang berusaha melupakan, tidak, tapi merelakan.
Entah kenapa, sedikit sekali orang-orang yg patah hati melakukan kegiatan seperti tadi, dari pengalaman gue yg pernah patah hati juga, malah kebanyakan diem di pojokan, menyendiri, menghindari orang-orang dan malah mendengarkan lagu yg mendayu-dayu, seperti lagunya peterpan; semua tentang kita, mungkin nanti dan pujaan hati.
yg terakhir itu kangen band, mas!
Ada kalanya, saat seseorang sedang patah hati, mereka cenderung menyalahkan diri sendiri, yg lebih parah, mereka malah menyalahkan orang lain, sampai menyalahkan keadaan. Hey boy's & girl's! Please, don't ever blame yourselves. Nothing wrong.
-----
Beberapa hari yg lalu, gue mengikuti suatu kelas dari perusahaan gue tentang kepemimpinan, yg dimana dalam satu sesi, gue bareng rekan kerja yg lain disuruh mendiskusikan suatu cerita, dan menyimpulkan siapa yg bersalah diantara orang-orang dalam cerita tersebut. Kalau tidak salah, berikut cerita yg gue rangkum dari ingatan gue;
Setelah mendengar cerita tadi, gue bareng temen-temen lain berdiskusi untuk menentukan siapa yg bersalah dari cerita tersebut. Waktu 15 menit yg diberikan kepada kami, kami maksimalkan berpikir untuk mencari alasan siapa yg harus dipersalahkan diantara ke-empat orang; Rani, Roni, Tarjo, dan Jono dalam cerita tadi. Atau bahkan yg persalahkan itu ayah Rani, mungkin juga seeokor buayanya. Buaya darat.
Setelah waktu 15 menit itu habis, kelompok diskusi kami dan kelompok lain saling berdebat pendapat, ada yg menyalahkan Tarjo yg teledor karna menjatuhkan dayungnya, ada yg menyalahkan Jono yg pamrih dalam menolong seseorang, ada yg menyalahkan Roni yg langsung putus asa begitu saja hingga bunuh diri dan dari kelompok gue yg menyalahkan Rani yg begitu ngeyel pergi sendiri, ya, gue sendiri yg menyimpulkan kepada yg lain jika Rani-lah yg bersalah.
Kami berdebat dengan kelompok lain, berusaha menjatuhkan dugaan sementara dari masing-masing kelompok lawan, begitupun ketika kelompok kami angkat bicara. Kami saling menjatuhkan dengan pertanyaan-pertanyaan.
Sampai diskusi itu selesai, senior yg memberikan cerita tadi angkat bicara
"Diam sebentar!" teriaknya. "Dari cerita ini, tidak harus ada yg dipersalahkan, ya, memang, mereka pasti merasa bersalah semua, tapi inti cerita ini adalah, bahwa memang mudah sekali jika harus mencari kesalahan orang lain, tanpa mengoreksi lebih dalam. Ini adalah kebiasaan, jangan terus-terusan diulang. Seharusnya, jika yg sudah terjadi, biarkan saja berlalu, tinggalkan, berubah, perbaiki kesalahan, jangan di ulangi dan jangan pernah menyalahakan siapapun. Intinya, jika dalam dunia kerja, kita harus menjadi leader yg baik, tidak menyalahkan seseorang ketika melakukan suatu kesalahan, tapi ayo, perbaiki bersama-sama" Perkataanya yg membuat gue hening seketika, menyadari sesuatu kalau gue telah salah menilai keadaan dan seseorang dengan terburu-buru.
"Wah, leh ugha nih si bapak" pikir gue.
Entah kenapa, cerita dan penjelasan itu selalu gue ingat.
Menurut gue, kisah cinta Rani dan Roni ini peristiwanya masih berlanjut sampai sekarang, cuma lokasi, jalan cerita dan orang-orangnya saja yg berbeda. Banyak orang-orang yg patah hati, terkadang mereka melakukan hal-hal yg tak seharusnya, seperti bunuh diri misalnya. Atau kiamat kecil dari patah hati, biasanya ia melakukan hal bodoh, seperti curhat masal di grup whatsapp. Please, jangan deh, nanti malu sendiri kalo di inget-inget. haha.
Buat kalian lagi patah hati karena putus cinta, ditolak gebetan, ditinggal nikah atau sama-sama cinta tapi gak bisa bersama karena beda agama, gapapa, galau aja dulu, tapi jangan lama-lama. Dan yg terpenting, jangan menyalahkan diri sendiri atau apapun itu, karena mencintai itu gak salah kok.
Mungkin memang sulit sekali jika baru banget patah hatinya, kata-kata seperti ini pasti akan disangkal, "halah, wedus kau, ian." Dan, baru kemudian setelah pikiran tenang, mulailah sadar, barulah bicara; Hei! You are not my angel. :)
Wadaw.. asik kaaaan. Salam supeer, mantab jiwa!
----
Eniwei, selain lagi doyan memeperhatikan orang yg sedang patah hati, gue juga lagi suka bikin video-video gak jelas yg dibuat dari hp. Meski haslinya gak bagus, ya lumayan lah buat upload di instagram.
Entah kenapa, sedikit sekali orang-orang yg patah hati melakukan kegiatan seperti tadi, dari pengalaman gue yg pernah patah hati juga, malah kebanyakan diem di pojokan, menyendiri, menghindari orang-orang dan malah mendengarkan lagu yg mendayu-dayu, seperti lagunya peterpan; semua tentang kita, mungkin nanti dan pujaan hati.
yg terakhir itu kangen band, mas!
Ada kalanya, saat seseorang sedang patah hati, mereka cenderung menyalahkan diri sendiri, yg lebih parah, mereka malah menyalahkan orang lain, sampai menyalahkan keadaan. Hey boy's & girl's! Please, don't ever blame yourselves. Nothing wrong.
-----
Beberapa hari yg lalu, gue mengikuti suatu kelas dari perusahaan gue tentang kepemimpinan, yg dimana dalam satu sesi, gue bareng rekan kerja yg lain disuruh mendiskusikan suatu cerita, dan menyimpulkan siapa yg bersalah diantara orang-orang dalam cerita tersebut. Kalau tidak salah, berikut cerita yg gue rangkum dari ingatan gue;
"Rani adalah seorang gadis yg amat cantik di suatu desa, suatu ketika, ada Roni pemuda tampan yg melihat kecantikan Rani, tidak beberapa lama setelah mereka bertemu, akhirya Roni bertunangan dengan Rani, dan Ranipun ikut dengan Roni ke desa seberang, Kediaman Roni.----
Suatu hari, Ayah Rani mengirimi surat kepadanya kalau ayahnya tersebut sangat rindu padanya. Sampai akhirnya, Rani meminta bantuan calon suaminya tersebut untuk mengantarnya pulang ke rumah ayahnya. Tapi, sangat disayangkan, saat itu Roni sedang ada kerjaan mendesak yg tidak bisa ditinggalkan.
Karena kesal dengan calon suaminya tersebut, Ranipun memberanikan diri untuk pergi tanpa diantar Roni. Dengan sikap kesalnya ia pergi untuk bertemu sang ayah, bukan mudah untuk sampai ke tempat ayahnya tersebut, Rani harus menyebrangi sungai yg dipenuhi buaya, dengan menggunakan perahu. Ranipun meminta bantuan Tarjo, seorang pria baik yg sedia mengantakan Rani dengan perahunya. Alangkah sialnya Rani, sang pembawa dayung yaitu Tarjo, malah menjatuhkan dayungnya ke sungai yg dipenuhi buaya. Mereka panik tidak karuan, Rani teriak-teriak minta bantuan. satu jam, dua jam, tidak ada sama sekali pertolongan bagi mereka.
Sampai akhirnya ada salah satu perahu yg bersedia menolong mereka. Tapi, pemilik perahu tersebut, yaitu Jono, tidaklah begitu baik menolong seseorang, ia meminta imbalan, pamrih, yaitu Rani harus menikah dengannya. karena tidak ada pilihan lain, Ranipun menuruti permintaan jono. "daripada aku dimakan buaya", pikir Rani.
Mengetahui kalau Rani dinikahi Jono, Ronipun murka, galau dan akhirnya bunuh diri karena tidak menerima keadaan tersebut. Hingga akhirnya Rani menangisi juga keadaan itu. Ia menyesal, se-menyesal mungkin."
Setelah mendengar cerita tadi, gue bareng temen-temen lain berdiskusi untuk menentukan siapa yg bersalah dari cerita tersebut. Waktu 15 menit yg diberikan kepada kami, kami maksimalkan berpikir untuk mencari alasan siapa yg harus dipersalahkan diantara ke-empat orang; Rani, Roni, Tarjo, dan Jono dalam cerita tadi. Atau bahkan yg persalahkan itu ayah Rani, mungkin juga seeokor buayanya. Buaya darat.
Setelah waktu 15 menit itu habis, kelompok diskusi kami dan kelompok lain saling berdebat pendapat, ada yg menyalahkan Tarjo yg teledor karna menjatuhkan dayungnya, ada yg menyalahkan Jono yg pamrih dalam menolong seseorang, ada yg menyalahkan Roni yg langsung putus asa begitu saja hingga bunuh diri dan dari kelompok gue yg menyalahkan Rani yg begitu ngeyel pergi sendiri, ya, gue sendiri yg menyimpulkan kepada yg lain jika Rani-lah yg bersalah.
Kami berdebat dengan kelompok lain, berusaha menjatuhkan dugaan sementara dari masing-masing kelompok lawan, begitupun ketika kelompok kami angkat bicara. Kami saling menjatuhkan dengan pertanyaan-pertanyaan.
Sampai diskusi itu selesai, senior yg memberikan cerita tadi angkat bicara
"Diam sebentar!" teriaknya. "Dari cerita ini, tidak harus ada yg dipersalahkan, ya, memang, mereka pasti merasa bersalah semua, tapi inti cerita ini adalah, bahwa memang mudah sekali jika harus mencari kesalahan orang lain, tanpa mengoreksi lebih dalam. Ini adalah kebiasaan, jangan terus-terusan diulang. Seharusnya, jika yg sudah terjadi, biarkan saja berlalu, tinggalkan, berubah, perbaiki kesalahan, jangan di ulangi dan jangan pernah menyalahakan siapapun. Intinya, jika dalam dunia kerja, kita harus menjadi leader yg baik, tidak menyalahkan seseorang ketika melakukan suatu kesalahan, tapi ayo, perbaiki bersama-sama" Perkataanya yg membuat gue hening seketika, menyadari sesuatu kalau gue telah salah menilai keadaan dan seseorang dengan terburu-buru.
"Wah, leh ugha nih si bapak" pikir gue.
Entah kenapa, cerita dan penjelasan itu selalu gue ingat.
Menurut gue, kisah cinta Rani dan Roni ini peristiwanya masih berlanjut sampai sekarang, cuma lokasi, jalan cerita dan orang-orangnya saja yg berbeda. Banyak orang-orang yg patah hati, terkadang mereka melakukan hal-hal yg tak seharusnya, seperti bunuh diri misalnya. Atau kiamat kecil dari patah hati, biasanya ia melakukan hal bodoh, seperti curhat masal di grup whatsapp. Please, jangan deh, nanti malu sendiri kalo di inget-inget. haha.
Buat kalian lagi patah hati karena putus cinta, ditolak gebetan, ditinggal nikah atau sama-sama cinta tapi gak bisa bersama karena beda agama, gapapa, galau aja dulu, tapi jangan lama-lama. Dan yg terpenting, jangan menyalahkan diri sendiri atau apapun itu, karena mencintai itu gak salah kok.
Mungkin memang sulit sekali jika baru banget patah hatinya, kata-kata seperti ini pasti akan disangkal, "halah, wedus kau, ian." Dan, baru kemudian setelah pikiran tenang, mulailah sadar, barulah bicara; Hei! You are not my angel. :)
Wadaw.. asik kaaaan. Salam supeer, mantab jiwa!
----
Eniwei, selain lagi doyan memeperhatikan orang yg sedang patah hati, gue juga lagi suka bikin video-video gak jelas yg dibuat dari hp. Meski haslinya gak bagus, ya lumayan lah buat upload di instagram.
Gimana, gak nyambung kan tulisannya? Ahaha
19 Comments
Anjir videonya pake dialog anime..
BalasHapusSalah si buaya!!
Anime SAO.😂
HapusIdola.
BalasHapusDari dulu begitulah cinta deritanya tiada akhir.
Jangan berpikiran 'menderita', gak baik. Nikmatin aja. Nyesek ya, pak? 😂😅
HapusQuote by: Chu Pat Kai.
HapusKalau menurut saya, itu salah Rani. Mau-maunya diajak kumpul kebo.
BalasHapusPerasaan gak ada kebo deh di cerita tadi. :')
HapusKebonya udah dimakan buaya, makanya gak ada.
HapusBaca postingan ini sambil dengerin Beauty and The Beast versi organ tunggal, kok kayak nyambung gitu ya. Padahal nggak nyambung sih.
BalasHapusTapi aku setuju sama kesimpulan si bapak. Mudah banget buat mencari kesalahan orang lain. Mudah banget menjatuhkan orang lain dengan argumen-argumen kita, membawa pernyataan yang kita labeli sebagai 'penjelasan' padahal tujuannya bukan untuk meluruskan masalah agar jadi baik-baik aja dan menemukan titik terang, tapi untuk menjadi yang paling benar dari masalah itu. Dalam kasus itu, aku setuju kalau semuanya salah. Roni salah, Rani salah, Tarjo salah, Jono salah, buayanya salah (karena dia makan daging manusia anjir ih bikin takut aja). Bahkan kalau kita mau, kita juga bisa nyalahin si Ayah, kenapa coba harus bilang kangen, kan jadinya 'merepotkan' si anak dan calon mantunya itu. Jahat banget tapi yaps kalau sampe mikir Ayahnya jahat. Tapi ya gitu sih, segitu gampangnya kita menyalahkan orang lain. Dalam kasus percintaan, saat kita berada di pihak yang hatinya dipatahkan, kita pasti nyalahkan orang yang udah mematahkan hati kita. Sedangkan yang di pihak mematahkan hati, juga menyalahkan yang dia patahkan, dengan alasan si dia nggak bermaksud tapi yang patah itu baperan, si yang patah itu memang pantas buat patah, dsb. Dalam kasus pekerjaan, karyawan yang buat salah gampang banget buat disalahin sama bosnya, dan bisa aja karyawan yang buat salah itu nyalahin bosnya dengan alasan kurang ngajarin, kurang sabar, dsb. Bisa juga dari dua kasus itu, patah hati karena asmara maupun karena kerjaan, sama-sama nyalahin diri sendiri. Patah hati karena asmara maupun karena kerjaan memang bikin galau, tapi bener yang kayak kamu bilang, galaunya jangan lama-lama. Menyalahkan apapun (orang lain, keadaan, diri sendiri) itu bikin galaunya jadi lama, soooo sadarlah, biarkanlah berlalu, yang terpenting mau berusaha buat nggak ngulangin kayak gitu lagi. Intinya, berubah. Entah berubahnya dengan jadi pribadi yang lebih baik, atau sekedar tau mana yang lebih penting daripada mikirin patah hati itu.
Ya, akhirnya aku tau nyambungnya sama Beauty and The Beast! Liriknya yang, "Bitter-sweet and strange. Finding you can change. Learning you were wrong,' menurutku sih yang bikin nyambung sama postingan ini. Huehehehehe. Btw aku kok panjang juga ya komennya. Teleq. Maaf ya, Diaaaaaaan. Hahahaha.
Woooy icaaa..
HapusNgalahin postingan ini mah komennya. Tapi, it's Ok. Ini lebih lengkapnya sih, makasih ca.
Dan harus nonton Pelemnya juga nih, beauty apa tadi? Debes debes😂
Setuju sama si bapak. Gak boleh selalu menyalahkan orang meskipun mungkin emang dia salah. Yang penting "cari jalan keluarnya".
BalasHapusPaling aman sih, jangan mencintai yang tak pasti. kalo kata orang "cinta karena terbiasa". Mendingan cintanya ntar aja, setelah nikah. Ya, gitu. Ehee
Menurut saya sih bang
BalasHapusSi Roni yg salh
Pas galau dy dengerin lagu pujaan hati
Lebih memilih untuk Patah Hati atau Sakit Gigi ????
BalasHapusVideo nya lumayanlah .... heeeee
Salam Kenal
Itu mah ceritanya materi pas gue semester 1, Yan. Wahaha. Ternyata cerita begini jadi pelatihan di kantor juga, ya. :))
BalasHapusTapi kalau kata dosen gue itu awalnya untuk melihat sudut pandang dari tiap mahasiswa. Terus juga keberanian seseorang untuk berpendapat. Ehehe.
Betul, sih. Kalau ada kejadian, jangan terlalu nyalahin diri sendiri maupun orang lain itu. Semangat, Om Dian! (bosan memanggil "mbak")
Penjelasan bosnya mbak dian panjang bener ya, padahal udah ada versi singkat dari sang filsuf. "Jangan mudah menilai!"
BalasHapusWah, hampir aja mau nyalahin Rani. Eh, ternyata katanya jangan nyalahin siapa pun. Oke. Terus korupsi e-ktp kita mau nyalahin siapa ya?! Duh, jangan diseriusin. Bercanda.
BalasHapusNgomong-ngomong, patah hati aja terus, Om. Bikin-bikin gituan seru jadinya.
Aku kalo patah hati biasanya jadi produktif nulis hahahah~
BalasHapusSetuju dah sama jawaban akhir si Bapak itu. Sama kayak peribahasa 'Semut di sebrang lautan kelihatan, gajah di pelubuk mata tidak kelihatan'. Mencari kesalahan orang lain emang keliatannya mudah ketimbang melihat kesalahan diri sendiri, sebab itu deh, setelah tau tentang hal ini, aku berusaha sebisa mungkin untuk engga secepat itu menyalahkan orang lain, bisa jadi kesalahannya justru terletak dalam diri sendiri.
Aku kalo patah hati maunya jalan-jalan, supaya pikiran teralihkan. Gak sedih lagi, trus pasang foto-foto hasil jalan-jalan di fb supaya keliatannya bisa move on getoh...padahal mah hati masih cenat-cenut...
BalasHapusYang salah ya... YA NGASIH PERTANYAAN. DIA MINTA NYARI SIAPA YANG SALAH TAPI MALAH GA ADA YANG SALAH. LAH GIMANA?! ITU PASTI SENGAJA BIKIN KIAT JADI KAMBING HITAM!! PARAAAAAH!! *Kabur naik delman*
BalasHapusPosting Komentar
Terima kasih untuk waktunya, berikan komentarmu di sini.