Ini adalah cerita dari anime Kimetsu No Yaiba yang saya coba tulis ulang.  Agar sedikit nyambung ketika berjalannya cerita, alangkah lebih baik menonton terlebih dahulu animenya. Tapi kalau malas, ya tidak apa-apa. Selamat membaca~

KIMETSU NO YAIBA

Nasib Sial Ukogi


Dari sekian banyaknya gagak pembawa pesan, aku adalah satu-satunya yang bukan bagian dari mereka. Banyak orang menyebutku  burung pipit, ada juga yang menyebutku burung gereja, aneh sekali, padahal sebenarnya di keluargaku sama sekali tidak ada yang beragama Kristen, aku juga cukup rajin ke mesjid walaupun tidak sering, bukan untuk salat, cuma cari angin saja. Lagian kayaknya enggak perlu mahluk sepertiku  ini beragama.

Sebagai satu-satunya yang paling berbeda diantara yang lain, maksudnya diantara para burung gagak, aku sering kali dikucilkan dari komunitas PBPPKPPI (Persatuan Burung Pembawa Pesan Kepada Para Pemburu Iblis). Bahkan ketika sedang makan di kantin Bi Naoko-pun aku tidak kebagian bangku, atau bahkan sampai tidak kebagian Nasi Ukogi—makanan favoritku, atau juga sempat  tidak kebagian es teh manis, sampai-sampai aku keselek karena seret ketika habis makan kacang.

U-K-O-G-I

Ketidakpedulian para burung gagak, diremehkan, dikucilkan dan diacuhkan adalah alasan kenapa aku memilih si pemburu iblis berambut oren yang penakut untuk menjadi partner bekerja. Ketika selama ujian akhir di Gunung Fujikasime berlangsung, aku memperhatikan hampir seluruh para peserta, banyak yang terbunuh sia-sia sebelum menjadi pemburu iblis oni, dan ada beberapa yang sangat kuat sampai-sampai hampir membunuh seluruh Oni yang ada di gunung fujikasime. Tapi, ada salah satu peserta ujian yang sebelumnya aku pikir akan langsung dimakan oleh Oni, dia selalu berkata “aku akan mati! Aku akan mati! Aku belum nikah! aku akan mati! AAAARRRRKKK!” dengan air mata yang mengalir deras dari kedua bola matanya, tepat sebelum dia pingsan.

Sebelum aku meninggalkannya karena aku yakin kalau dia akan mati, tiba-tiba dengan sangat cepat aku melihat cahaya seperti petir menebas leher iblis oni yang tadi hampir memakan orang tersebut. Melihat peristiwa tersebut, aku jadi yakin kalau dia adalah satu-satunya orang yang harus menjadi partnerku; cukup terlihat bodoh, sedikit goblok, tidak menjanjikan, diremehkan dan kurang lebih hampir sama sepertiku, dia adalah Zenitsu Agatsuma, si pengguna Pernapasan Petir. Kali ini aku akan  membuktikan kepada para gagak, kalau aku bisa, dan kami bisa menjadi pemburu iblis yang sangat kuat.

Semakin berjalannya waktu, aku pikir aku akan  mendapat tempat di antara para gagak; tidak diremehkan lagi, melainkan disanjung dan diberi tepuk tangan. Tapi ternyata yang ada aku malah dibuat depresi oleh kelakuan si Zenitsu yang terus minta menikah dengan para perempuan yang dia temui. Seharusnya juga aku diberi kebebasan seperti para gagak yang bisa bebas pulang pergi, tapi aku malah diberi tugas untuk terus bersama Zenitsu. Nasib sial macam apa ini?

Aku dan Zenitsu di sebuah studio foto

Selama hampir sebulan bersama Zenitsu, aku cuma diberi makan kacang olehnya, padahal makanan kesukaanku adalah Nasi Ukogi, yang di mana nama Ukogi juga adalah namaku. Tapi si Zenitsu malah memanggilku Chuntaro, dan aku malah terus dikasih makan kacang. “KENAPA DIA TIDAK MENGERTI PERKATAANKU? AKU KAN  TRAUMA MAKAN KACANG!! AAAARKKKKK!!”

Di sebuah  desa di tenggara, aku bersama Zenitsu baru saja selesai membasmi Iblis Oni yang meresahkan  warga, tapi karna ada wanita baik yang menyapa Zenitsu, tiba-tiba dia bertingkah aneh seperti orang kesurupan, “Tolonglah! Menikahlah denganku! Menikahlah denganku!” teriaknya sambil memaksa wanita tersebut untuk menikah dengannya. Aku stres banget, kenapa aku harus bernasih sial seperti ini, pasti para gagak menertawakanku lagi.

Untunglah, saat itu datang seseorang berbaju hijau kotak-kotak yang membawa kotak kayu aneh di punggungnya datang membantuku. Aku ingat dia, dia adalah orang yang lolos ujuan akhir di Gunung Fujikasime, dia ada disebelah Zenitsu, kalau tidak salah namanya adalah Tanjiro.

Aku berusaha meminta tolong padanya, “fyuh fyuh.. fyuh fyuh!!” kataku berbicara dengan gagap.

Dengan tatapan yang bijak, ternyata dia mengerti perkataanku, dia langsung menghampiri Zenitsu yang masih memaksa wanita yang berpakaian seperti Geisha untuk menikahinya, berusaha melepaskan genggaman erat tangan Zenitsu yang mencengkram pakaian wanita tersebut sampai-sampai hampir lepas. Untunglah Tanjiro berhasil melepaskannya  dan membebaskan penderitaan wanita tersebut. Si Zenitsu goblok banget memang, malu sekali aku memilihnya untuk menjadi partnerku. Penderitaan apa lagi ini wahai dewa burung pipit?

Perjalanku bersama Zenitsu tidak sampai di situ saja, ketika peristiwa ‘minta nikah’ itu selesai, tiba-tiba ada burung gagak yang bertugas memberi pesan kepada Tanjiro datang, katanya kami harus segera berlari ke salah satu rumah yang tidak jauh dari kaki gunung karena ada beberapa Iblis Oni yang  sedang mengejar anak-anak.

Sesampainya di lokasi, kami menemukan dua anak kecil yang sedang ketakutan, aku menyarankan Tanjiro untuk menghiburnya dengan keberadaanku. Kali ini aku serahkan semuanya kepada Tanjiro. Tapi ternyata dia malah memperlakukanku seperti badut. Nasib... nasib...

Dari dalam rumah yang tidak jauh dari lokasi anak-anak tadi, aku mendengar suara gendang yang bertalu-talu. “Apakah di dalam sedang ada dangdutan?” pikirku dalam hati, tapi ketika aku melihat raut wajah Zenitsu yang panik dan berkeringat, aku yakin itu bukan suara gendang  dangdut, pasti ada yang tidak beres di dalam rumah tersebut.

"Tung tak.. tung tak.." - Iblis oni

Tanjiro dan Zenitsu masuk ke dalam rumah, sementara aku diam di luar, hinggap di pohon memperhatikan rumah yang bernuansa seram itu sambil harap-harap cemas. Meskipun sebal dengan sikap Zenitsu, tapi aku tetap khawatir akan keselamatannya.

“Tung! Tung!” terdengar lagi suara gendang dari dalam rumah.

Sampai setengah jam kemudian aku melihat Zenitsu keluar bersama anak lelaki, dan kemudian muncul mahluk aneh berkepala babi tiba-tiba menyerang kotak kayu milik Tanjiro yang kurasakan keberadaan Oni di dalamnya. “Apakah Tanjiro membawa iblis?” pikirku dalam hati.


Saat mahluk aneh berkepala babi itu hampir menebas kotak kayu milik Tanjiro—kemungkinan dia juga mencium aroma iblis dari dalam kotak kayu itu—tiba-tiba Zenitsu berlari dari dalam rumah dan melindungi kotak kayu milik Tanjiro dengan cara memeluknya, dan ia berhasil, mahluk aneh itu tidak jadi menebas, tapi malah menendang Zenitsu terus menerus. Dan aku cuma nangis di pojokan dahan ranting, tidak tega menyaksikan Zenitsu yang ikhlas dan ridho ditendang-tendang oleh mahluk berkepala babi sampai babak belur.

“Tanjiro.. aku... melindunginya... ini karena.. benda ini.. lebih berharga dari nyawamu.. bukan?" Kata Zenitsu yang hampir tidak bisa berkata apa-apa lagi sehabis dipukuli oleh mahluk aneh berkepala babi.

Sementara Tanjiro melihat peristiwa itu dengan tatapan kaget, dan langsung memukul perut mahluk berkepala babi itu sampai terdengar suara tulang-tulang patah.

Aku baru tau kalau Tanjiro memiliki pukulan yang keras, belum lagi saat yang paling memukau adalah ketika pertarungan terakhir Tanjiro dan si mahluk berkepala babi itu terjadi, yaitu ketika kepala mereka saling beradu, jidat tanjiro kuat sekali, sementara si kepala babi dari jidatnya keluar darah, sekaligus memecahkan misteri kalau ternyata kepala babi itu hanyalah topeng yang sengaja dipakai untuk menutupi mukanya yang... sangat cantik. Pria yang... sangat... cantik.

Sepertinya nasibku memang harus bertemu dengan orang-orang aneh; setelah memiliki partner yang bikin malu terus, sekarang malah bertemu dengan pria berkepala babi yang ternyata wajahnya sangat cantik, dan tidak pakai baju pula.

Inosuke

Muka ditutup, dada diumbar; Inosuke. 

Astagfirulloh... sepertinya dari peristiwa ini aku adalah hewan pertama yang punya agama karena bakalan sering nyebut.

Perkenalkanlah, namaku Ukogi, si burung gereja yang sudah jadi mualaf. Aku dan Zenitsu siap membasmi Iblis Oni dengan cara diruqyah~

***
Baca juga cerita lain Kimetsu No Yaiba dari berbagai sudut pandang:

Haw: Parodi Kimetsu No Yaiba
Yoga: Feromon
Lulu: Menjalai Hidup sebagai Iblis